Prodi Sejarah Peradaban Islam FUAD IAIN Ternate Gelar Kuliah Praktisi Bersama Dosen dari Universiteit Leiden Belanda
TERNATE – Program studi Sejarah Peradaban Islam (SPI) Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Maluku Utara, kembali menggelar kuliah praktisi untuk mahasiswa.
Kuliah praktisi kali ini bertajuk Dekolonisasi Sejarah: Upaya Mendobrak Sejarah Kolonial, yang disampaikan oleh Ronnie Richard Ferdinand Habiboe dari Universiteit Leiden Belanda.
Untuk diketahui, Ronnie Richard Ferdinand Habiboe merupakan peneliti sejarah dari Universiteit Leiden Belanda, yang melaksanakan riset di kota Tidore Kepulauan dan Ternate selama seminggu (9-15 Desember 2024) tentang orang Banda Provinsi Maluku.
Kuliah praktisi yang berlangsung di rumah peradaban lingkungan Toloko, kelurahan Sangaji Utara, Kota Ternate, Jum’at (13/12/2024), diikuti oleh mahasiswa prodi SPI FUAD IAIN Ternate, serta sejumlah akademisi di kota Ternate yang concern pada bidang sejarah.
Dalam kesempatan tersebut, Ronnie Richard Ferdinand Habiboe memaparkan terkait pentingnya mahasiswa dan para peneliti sejarah, harus memahami sejarah dalam perspektif kritis.
Karena menurut dia, jika sejarah tidak dipotret secara kritis, maka melahirkan catatan-catatan sejarah yang tidak lengkap, terlebih terkait sejarah kolonial di Maluku dan Maluku Utara.
“Dalam banyak kasus, sejarah yang diajarkan di lembaga pendidikan atau di baca dalam buku teks sering kali dipengaruhi oleh pandangan kolonial, yang mencerminkan perspektif atau kepentingan negara penjajah,” ujarnya.
Pria yang akrab dipanggil Bang Ronnie itu, juga menyampaikan bahwa di berbagai kesempatan, ia sering menekankan kepada para peneliti sejarah Maluku dan Maluku Utara jika melangsungkan riset, harus memusatkan perhatian untuk terus menggali sejarah secara menyeluruh meliputi berbagai aspek, agar dapat membongkar dan merevisi narasi sejarah yang dibentuk oleh kekuatan kolonial.
“Olehnya itu, dekolonisasi sejarah merujuk pada proses mengkritisi, menentang, dan mengubah cara pandang, serta penulisan sejarah yang terdistorsi oleh kolonialisme,” terangnya.
Dia menjelaskan, dalam perspektif Belanda, Gubernur Piter Son Kun dipandang sebagai seorang pahlawan saat bangsa Belanda berada di tanah Maluku. Namun, berdasarkan catatan-catatan sejarah yang ia peroleh selama melangsungkan riset tentang orang Banda, menunjukkan bahwa terjadi distorsi sejarah dalam memahami kiprah Gubernur Piter Son Kun.
Sebab, lanjut dia, peristiwa genosaid pada tahun 1620 yang mengakibatkan sekitar 14 ribu masyarakat Banda tewas, serta ribuan orang Banda menyelamatkan diri dan keluar dari tanah Maluku menghadirkan fakta baru bahwa Gubernur Piter Son Kun melakukan kejahatan kemanusiaan di Maluku.
“fokus riset saya di beberapa daerah di Wilayah Maluku seperti, Maluku Tengah, Seram Timur, Seram Barat, Kepulauan Kei (Banda Ely), Kepualauan Aru, Ternate, Tidore. Riset ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkritisi, dan menentang bahwa Piter Son Kun bukanlah Pahlawan tetapi penjahat kemanusiaan. Sebab, masyarakat Banda tidak berperang dengan pihak kolonial (Belanda), melainkan Kolonial lah yang berperang dan membunuh masyarakat Banda,” tegasnya.
“Riset ini direncanakan bakal diterbitkan dalam tiga bahasa yakni, Bahasa Belanda, Inggris, dan Indonesia,” imbuhnya.
Dia menekankan bahwa, dalam melakukan riset sejarah harus dimulai dari Oral History (sejarah lisan, red). Sebab, dari sejarah lisan, kata dia, nantinya menjawab narasi sejarah yang di tulis oleh kalangan kolonial.
Selain itu, dia juga tegaskan kepada mahasiswa maupun akademisi, bahwa pentingnya melakukan riset dan menulis sejarah, agar dapat mengungkap fakta yang sebenarnya tentang sejarah kedaerahan, demi mendobrak subjektivitas catatan sejarah kaum penjajah.
“Jadi, mahasiswa harus fokus memulai menulis tentang sejarah daerah, bahasa, dan budayanya masing-masing,” pungkasnya.
Selain kuliah praktisi, pada kesempatan tersebut, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Prodi SPI FUAD IAIN Ternate dengan lembaga RCS LINX Research and Consultancy Services Cultural Heritage The Netherlands Belanda.
Kerja sama ini, nantinya memudahkan dosen dan mahasiswa prodi sejarah di IAIN Ternate, untuk berkolaborasi dalam melakukan riset sejarah, serta mengakses literatur sejarah yang ada di Belanda untuk kepentingan riset di Maluku dan Maluku Utara.
“Alhamdulillah, kehadiran Bang Ronnie di Ternate, membawa berkah bagi prodi SPI FUAD IAIN Ternate, karena dengan kerja sama yang kami jalin, nantinya menghadrikan beragam manfaat untuk pengembangan SDM di prodi SPI serta fakultas,” kata wakil dekan III FUAD IAIN Ternate, Usman Nomay, S.Ag., M.Pd. (*)
Kuliah praktisi kali ini bertajuk Dekolonisasi Sejarah: Upaya Mendobrak Sejarah Kolonial, yang disampaikan oleh Ronnie Richard Ferdinand Habiboe dari Universiteit Leiden Belanda.
Untuk diketahui, Ronnie Richard Ferdinand Habiboe merupakan peneliti sejarah dari Universiteit Leiden Belanda, yang melaksanakan riset di kota Tidore Kepulauan dan Ternate selama seminggu (9-15 Desember 2024) tentang orang Banda Provinsi Maluku.
Kuliah praktisi yang berlangsung di rumah peradaban lingkungan Toloko, kelurahan Sangaji Utara, Kota Ternate, Jum’at (13/12/2024), diikuti oleh mahasiswa prodi SPI FUAD IAIN Ternate, serta sejumlah akademisi di kota Ternate yang concern pada bidang sejarah.
Dalam kesempatan tersebut, Ronnie Richard Ferdinand Habiboe memaparkan terkait pentingnya mahasiswa dan para peneliti sejarah, harus memahami sejarah dalam perspektif kritis.
Karena menurut dia, jika sejarah tidak dipotret secara kritis, maka melahirkan catatan-catatan sejarah yang tidak lengkap, terlebih terkait sejarah kolonial di Maluku dan Maluku Utara.
“Dalam banyak kasus, sejarah yang diajarkan di lembaga pendidikan atau di baca dalam buku teks sering kali dipengaruhi oleh pandangan kolonial, yang mencerminkan perspektif atau kepentingan negara penjajah,” ujarnya.
Pria yang akrab dipanggil Bang Ronnie itu, juga menyampaikan bahwa di berbagai kesempatan, ia sering menekankan kepada para peneliti sejarah Maluku dan Maluku Utara jika melangsungkan riset, harus memusatkan perhatian untuk terus menggali sejarah secara menyeluruh meliputi berbagai aspek, agar dapat membongkar dan merevisi narasi sejarah yang dibentuk oleh kekuatan kolonial.
“Olehnya itu, dekolonisasi sejarah merujuk pada proses mengkritisi, menentang, dan mengubah cara pandang, serta penulisan sejarah yang terdistorsi oleh kolonialisme,” terangnya.
Dia menjelaskan, dalam perspektif Belanda, Gubernur Piter Son Kun dipandang sebagai seorang pahlawan saat bangsa Belanda berada di tanah Maluku. Namun, berdasarkan catatan-catatan sejarah yang ia peroleh selama melangsungkan riset tentang orang Banda, menunjukkan bahwa terjadi distorsi sejarah dalam memahami kiprah Gubernur Piter Son Kun.
Sebab, lanjut dia, peristiwa genosaid pada tahun 1620 yang mengakibatkan sekitar 14 ribu masyarakat Banda tewas, serta ribuan orang Banda menyelamatkan diri dan keluar dari tanah Maluku menghadirkan fakta baru bahwa Gubernur Piter Son Kun melakukan kejahatan kemanusiaan di Maluku.
“fokus riset saya di beberapa daerah di Wilayah Maluku seperti, Maluku Tengah, Seram Timur, Seram Barat, Kepulauan Kei (Banda Ely), Kepualauan Aru, Ternate, Tidore. Riset ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkritisi, dan menentang bahwa Piter Son Kun bukanlah Pahlawan tetapi penjahat kemanusiaan. Sebab, masyarakat Banda tidak berperang dengan pihak kolonial (Belanda), melainkan Kolonial lah yang berperang dan membunuh masyarakat Banda,” tegasnya.
“Riset ini direncanakan bakal diterbitkan dalam tiga bahasa yakni, Bahasa Belanda, Inggris, dan Indonesia,” imbuhnya.
Dia menekankan bahwa, dalam melakukan riset sejarah harus dimulai dari Oral History (sejarah lisan, red). Sebab, dari sejarah lisan, kata dia, nantinya menjawab narasi sejarah yang di tulis oleh kalangan kolonial.
Selain itu, dia juga tegaskan kepada mahasiswa maupun akademisi, bahwa pentingnya melakukan riset dan menulis sejarah, agar dapat mengungkap fakta yang sebenarnya tentang sejarah kedaerahan, demi mendobrak subjektivitas catatan sejarah kaum penjajah.
“Jadi, mahasiswa harus fokus memulai menulis tentang sejarah daerah, bahasa, dan budayanya masing-masing,” pungkasnya.
Selain kuliah praktisi, pada kesempatan tersebut, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Prodi SPI FUAD IAIN Ternate dengan lembaga RCS LINX Research and Consultancy Services Cultural Heritage The Netherlands Belanda.
Kerja sama ini, nantinya memudahkan dosen dan mahasiswa prodi sejarah di IAIN Ternate, untuk berkolaborasi dalam melakukan riset sejarah, serta mengakses literatur sejarah yang ada di Belanda untuk kepentingan riset di Maluku dan Maluku Utara.
“Alhamdulillah, kehadiran Bang Ronnie di Ternate, membawa berkah bagi prodi SPI FUAD IAIN Ternate, karena dengan kerja sama yang kami jalin, nantinya menghadrikan beragam manfaat untuk pengembangan SDM di prodi SPI serta fakultas,” kata wakil dekan III FUAD IAIN Ternate, Usman Nomay, S.Ag., M.Pd. (*)