Kisah Inspiratif Lutfi Kasim, “Banting Setir” dari Sopir Angkot ke Mobil Dinas hingga Jadi PNS di IAIN Ternate
Keterangan Foto: Lutfi Kasim (menulis) bersama temannya Yudi Fara saat mengikuti Rapat Kerja IAIN Ternate di Hotel Dragon Palace Ternate, 20 Maret 2014
Suasana di jalan Cempedak Lorong Waiola RT.005 RW. 003 tepatnya di depan kantor kelurahan Kasturian, kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate pada Minggu (26/10/2025) siang lengang, hanya sesekali kendaraan roda dua bergulir dengan bunyi klakson lemah.
Sementara rumah yang berada di sisi kiri kantor kelurahan Kasturian, terlihat beberapa bocah duduk menikmati pop ice sambil menyuwir roti di depan warung kecil pop ice dengan perasaan riang.
Sesekali mereka saling bertatap lalu tergelak kompak, sementara seorang ibu penjual pop ice dengan cekatan melayani para pembeli, kemudian merapikan jualannya dan melantas ke dalam rumah.
Semenit kemudian ia bersama seorang lelaki paruh bayah keluar dan berdiri di beranda rumah, mereka mengamati para bocah yang sedari tadi menikmati pop ice di warung kecil mereka.
Sosok perempuan penjual pop ice itu bernama Nuryatni Lating, 49. Saban hari selain menjalani aktivitas sebagai ibu rumah tangga, ia memanfaatkan waktu untuk berjualan pop ice di depan rumah.
Sementara sang suaminya, Lutfi Kasim, 58, merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN) di kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, yang tinggal menghitung hari bakal mengakhiri masa pengabdiannya sebagai seorang ASN.
Kisah suami istri ini pernah mewarnai lembaran sejarah kampus STAIN Ternate pada 1997 silam, (kini IAIN Ternate). Kala itu, mereka menetap di rumah dinas yang diperuntukkan untuk dosen di lingkungan kampus.
Rumah dinas berdinding papan dan beratap seng itu, letaknya persis di dekat pos security kampus, atau tepatnya di belakang rumah dinas Kepala Biro Adminisitrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan (AUAK) IAIN Ternate.
Asal muasal hingga mereka dimintai tinggal di rumah dosen, berawal dari sang suaminya dipanggil oleh ketua STAIN Ternate (Alm) Abdullah DP untuk menjadi sopir mobil dinas di kampus STAIN Ternate.
Seperti dituturkan sang suaminya Lutfi Kasim, bahwa awalnya ia tak membayangkan bakal menjadi driver mobil dinas. Lantaran kesehariannya bekerja sebagai sopir angkutan umum dalam kota Ternate.
Sahdan, suatu ketika pada medio 1997 silam, dia membawa mobilnya ke Dealer Sarana Niaga di kelurahan Bastiong Karance, kecamatan Ternate Selatan untuk di-service, dan bertemu dua pegawai dari STAIN Ternate.
Kedua pegawai tersebut, yakni Yunus Ahadi dan Djafar Sandiah, mereka mengajaknya untuk menjadi sopir mobil dinas di kampus STAIN Ternate, lantaran mereka diminta oleh Ketua STAIN Ternate Abdullah DP mencari seorang sopir untuk mobil dinas dan melayani ketua STAIN Ternate serta keluarganya.
“Saya masih ingat momen kami bertemu di Dealer Sarana Niaga, kebetulan saya memang kenal akrab dengan (Alm) Yunus Ahadi, sehingga dia membujuk saya untuk memilih bekerja sebagai tenaga honorer di kampus,” kenangnya, Minggu (26/10/2025) siang.
Walaupun telah menyanggupi permintaan sang temannya itu, namun ia sempat ditolak ketika melapor diri di kampus, penolakan dilakukan oleh Kabag Administrasi kala itu, dengan alasan mereka terlebih dahulu menerima lamaran dari salah seorang anak muda untuk menjadi sopir mobil dinas STAIN Ternate.
“Karena penjelasan yang saya terima demikian, maka saya langsung kembali pulang ke rumah, namun saat hendak keluar dari kampus, saya dipanggil oleh (Alm) Yunus Ahadi untuk kembali ke ruangan,” katanya.
Menurut dia, kala itu Kabad Administrasi langsung ditegur oleh Ketua STAIN Ternate Abdullah DP, karena yang meminta dirinya bekerja sebagai tenaga honorer di kampus, adalah permintaan langsung dari Ketua STAIN Ternate melalui (Alm) Yunus Ahadi.
“Alhamdulillah, akhirnya saya diterima bekerja sebagai tenaga honorer di STAIN Ternate pada tahun 1997, dan diserahi dua kunci mobil; dinas dan pribadi, untuk melayani Ketua STAIN Ternate saat jam kantor dan juga keluargaanya” ucapnya.
Walaupun telah resmi menjadi tenaga honorer, namun pikirannya dibayangi dengan pendapatan yang ia kantongi pada setiap bulan. Menurut dia, gaji yang diterimanya jauh dari kata memuaskan, bila dibandingkan dengan pendapatan sebagai sopir angkot dalam kota Ternate.
“Kalau setiap hari pendapatan saya sebagai sopir angkot Rp 150 ribu, sementara gaji bulanan saya kala itu Rp 250 ribu,” tuturnya.
“Tapi, alhamdulillah karena hanya mendapat Rp 250 ribu, maka Ketua STAIN Ternate menambah Rp 250 ribu melalui kantong pribadinya, jadi total yang saya terima Rp 250 ribu per bulan,” ujarnya.
“Almarhum Unu, (sapaan akrab Yunus Ahadi), sempat memarahi saya, ketika saya bercerita tentang gaji, dia meminta saya tetap bersabar agar suatu kelak saya bakal diangkat menjadi seorang PNS,” kenangnya dengan raut wajah menyiratkan kesedihan mengingat nasihat yang dilontarkan teman baiknya tersebut.
Dia menyampaikan bahwa dari nasihat yang disampaikan temannya itu, akhirnya dia tidak lagi berpikir tentang pendapatan bulanan, tapi lebih memusatkan perhatian untuk bekerja sebaik mungkin untuk melayani Ketua STAIN dan Keluarganya.
Terlebih kala itu Ketua STAIN Ternate (Alm) Abdullah DP meminta dirinya dan istri untuk menetap di salah satu rumah dosen di lingkungan kampus
“Iya, sejak suami saya menjadi sopir ketua STAIN, kami sempat tinggal di rumah dosen, namun tak berlangsung lama,” kata Nuryatni.
Dia mengungkapkan, hanya empat bulan menetap di rumah dosen, kemudian diminta oleh ibu mertua untuk kembali ke kelurahan Kasturian, lantaran saat itu ia dalam keadaan berbadan dua.
“Kami tinggal di rumah dosen saat itu karena diminta langsung oleh ketua STAIN (alm) Abdullah DP,” ucapnya.
Kendati bertahan dengan gaji yang terbilang [sangat kecil], namun kata Lutfi, setiap lontaran nasihat yang ia terima dari sejumlah kolega dan kerabat yang berprofesi sebagai sopir angkot, membuat ia terus mengibar semangat demi menggenggam masa depan yang cerah untuk sanak keluarga.
“Alhamdulillah, terlepas dari gaji yang saya terima, biaya hidup saya dan istri pada setiap bulan ditanggung oleh Ketua STAIN Ternate,” akunya.
Hal ini berawal dari ia melewati sebuah ujian, ketika ia dicoba oleh Ketua STAIN dan istrinya, mereka ingin menguji sang sopirnya. Kata Lutfi, suatu pagi dia membersihkan mobil dinas di kampus dan mendapati uang dengan jumlah yang lumayan banyak yang dibiarkan tergeletak di dalam mobil.
Dan’ bukan hanya uang, melainkan perhiasan emas milik istri dan anak Ketua STAIN Ternate. Sontak, temuan tersebut, membuat ia terdorong untuk mengamankan dan menyimpan di dalam mobil pribadi milik Ketua STAIN Ternate.
“Doi (uang) waktu itu, saya ambil dan hitung, bersamaan dengan kalung dan cincin emas saya ambil dan letakan di dalam mobil pribadi, kemudian memberitahu kepada istri Pak Ketua STAIN, dan saya meminta untuk hitung di depan saya, agar saya pastikan jumlahnya tepat sesuai dengan hitungan saya,” ujarnya.
“Dari situlah, Ketua STAIN dan istrinya makin percaya bahwa saya memang jujur dan bertanggungjawab,” imbuhnya.
Lutfi menuturkan, ia selalu mengingat nasihat yang dilontarkan sang temannya, (Alm) Yunus Ahadi, sehingga setiap pagi ia selalu sigap tepat waktu untuk melayani Ketua STAIN di kampus.
Tidak hanya melayani Ketua STAIN Ternate, melainkan pada pagi hari ia pun memastikan istri dan anak-anaknya Ketua STAIN Ternate tidak telat ketika bepergian ke Sekolah.
“Setiap pagi saya antar dua putri Ketua STAIN Ternate ke Sekolah; SDN Salero dan SMPN 1 Ternate, kemudian lanjut mengantar istrinya mengajar di SMAN 3 Gambesi Ternate Selatan, lalu pada siang hari kembali menjemput,” ucapnya.
“Saya melayani Ketua STAIN dan Istri serta anak-anak mereka dari pertengahan tahun 1997 hingga 2000, dan tidak pernah sekalipun terlambat; baik saat ke kampus maupun menjemput mereka,” sambungnya.
Karena dikenal baik hati, dan rajin serta bertanggungjawab. Sehingga, tepat pada tahun 2000 silam, ia mendapat kabar baik, sebuah informasi yang ia terima pada siang hari menyentaknya dari kelelahan sebagai seorang sopir dinas dan pribadi Ketua STAIN Ternate.
Informasi tentang ia bakal diangkat menjadi PNS melalui jatah honorer yang disampaikan oleh Kementerian Agama. Sontak, pikirannya melayang pada momen pertemuan singkat di Dealer Sarana Niaga pada medio 1997 silam.
“Saya tak mampu membalas kebaikan Ketua STAIN Ternate (Alm) Abdullah DP dan Istrinya, semoga kebaikan mereka diganjar dengan rahmat Allah SWT, begitupun hal yang sama saya sampaikan buat (Alm) Yunus Ahadi dan (Alm) Djafar Sandiah,” tuturnya.
Pria kelahiran Ternate 10 Oktober 1967 itu menuturkan, sejak diangkat menjadi PNS, ia kemudian tidak lagi bekerja sebagai sopir, melainkan ditugaskan pada sub bagian umum dan perlengkapan, pihak kampus kembali merekrut tenaga honorer untuk melayani ketua STAIN Ternate.
“Sekitar 4 tahun saya ditempatkan di Subag Umum, kemudian dipindahkan ke Subag Kepegawaian,” tuturnya.
Setelah ditugaskan di Subag Kepegawaian, kata dia, dirinya kemudian kembali menjadi staf di Subag Umum dan Perlengkapan. Di Subag umum lah dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di jenjang strata satu (S-1) bersama sejumlah temannya.
“Ketika itu, semua tenaga administrasi di STAIN Ternate yang belum bergelar sarjana diperjuangkan oleh Kabag Administrasi, Hi Ibrahim Muhammad, kami diserahi beasiswa untuk lanjut studi pada tahun 2008 dan meraih gelar sarjana pada 2011” ucapnya.
“Saya merasa bersyukur, Pak Haji (Ibrahim Muhammad) punya kepedualian terhadap kami untuk merubah nasib, secara pribadi saya tak mampu membalas jasa baiknya, semoga kebijakan beliau membuat kami semua meraih gelar sarjana nanti dibalas oleh Yang Maha Kuasa,” sambungnya.
Setelah meraih gelar sarjana pada 2011 silam, tak lama kemudian ia dipindahkan untuk mengurusi administrasi di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Ternate, hingga resmi purnatugas tepat pada 1 November 2025 mendatang.
Alumni SMEA Negeri Ternate mengatakan, jika setelah purnatugas, dia lebih memustkan perhatian pada keluarga dan bekerja sebagai petani untuk mengelola kebun pala dan cengkeh milik kedua orangtuanya.
Selain itu, ia juga tetap menjalani rutinitasnya sesuai jabatanya di Kesultanan Ternate, yakni sebagai seorang Sangadji Waiola, yang ditugaskan menjaga tempat peristirahatan Sultan Ternate atau Kadato Ici (Kedaton Kecil).
Walaupun remi purnatugas pada awal November mendatang, namun kata dia kecintaan terhadap kampus IAIN Ternate begitu kuat. Hal ini, lanjut dia, karena dari IAIN Ternate lah ia dapat merubah nasib, dan bisa meraih gelar sarjana, serta hidup layaknya para ASN pada umumnya.
“Karena rezeki dari IAIN Ternate lah, anak saya menuntaskan pendidikan SMA dan menjadi seorang prajurit TNI AD,” ujarnya.
Ayah dari empat putra dan satu orang putri ini berpesan kepada para tenaga kependidikan di IAIN Ternate, agar selalu rajin bekerja dan menuruti perintah atasan, demi memberi yang terbaik untuk kemajuan IAIN Ternate.
“Pesan saya kepada teman-teman, khususnya tenaga kependidikan, bekerjalah dengan baik demi kemajuan kampus IAIN Ternate ke depan,” tuturnya.
“Kita semua pasti senyum bangga, jika di tahun mendatang IAIN Ternate bertransformasi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN),” pungkasnya.