Buka Kegiatan AICIS 2024, Wamenag RI: AICIS Harus Meredefenisikan Peran Agama Dalam Menghadapi Krisis Kemanusiaan
SEMARANG – Gelaran Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 yang berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Wali Songo Semarang, Jawa Tengah resmi dibuka oleh Wakil Menteri Agama RI Saiful Rahmat Dasuki, Kamis (1/2/2024) malam.
Forum yang mempertemukan para akademisi dan pemuka agama tanah air dan manca negara ini, berlangsung pada 1-4 Februari 2024, dengan mengusung tema Redefinising The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Right Issues.
Wamenag dalam sambutannya, memaparkan terkait peran agama dalam kehidupan manusia, ia menjelaskan agama pada prinsipnya berperan secara signifikan, membangun etika dan membimbing perilaku manusia. Namun, dalam kehidupan kerap kali terjadi distorsi nilai-nilai agama, yang menghadirkan tindakan-tindakan negatif dengan mengatasnamakan agama.
“Dalam konteks krisis kemanusiaan yang semakin kompleks, dan sering munculnya gejala ekstremisme dalam konflik berlandaskan agama, adalah penting untuk kita renungkan kembali terkait peran penting agama dalam menciptakan perdamaian dan keadilan,” paparnya
Ia mengatakan agama memiliki kekuatan positif dalam menyelesaikan konflik, karena setiap pemeluk agama juga diajarkan soal prinsip membangun toleransi dan cinta kedamaian. Sehingga, dari landasan inilan, menurutnya setiap pemeluk agama harus membangun keharmonisan dalam kehidupan tanpa ikut terjerumus dalam setiap konflik sosial dan politik.
Untuk itu, pada gelaran AICIS ke-23 tahun 2024, dia berharap ada peran para akademisi dan pemuka agama tanah air dan manca negara, harus memberikan kontribusi melalui jalur akademis, sebagai jalan tengah dalam menanggulangi krisis kemanusiaan yang melanda dunia saat ini.
“Kehadiran para akademisi, dan tokoh agama di AICIS ke 23 ini, menjadi tanda kesungguhan dan kegigihan untuk berperan menyelesaikan persoalan secara terhormat tanpa turut mengangkat senjata Oleh karena itu, mari kita sama-sama merenungkan bahwa bagaimana kita meredefenisi peran agama dalam menghadapai krisis kemanusiaan,” cetusnya
“Penting menciptakan perdamaian dan dialog, sebab Indonesia adalah rumah bagi berbagai agama dan keyakinan. Agama seringkali dianggap sebagai sumber konflik meskipun agama pada hakikatnya adalah sumber Solusi, tiada perdamaian tanpa dialog, sebuah ungkapan yang mendalam ini telah dikenal masyarakat Indonesia, namun secara praksis masih belum terlaksana sesuai harapan bersama, padahal ajaran-ajaran agama memiliki nilai-nilai perdamaian, dan rekonsiliasi yang harus dimplementasikan sejak dini.” tambahnya
Ia juga menyebut, setiap agama tentu mengajarkan kepada para pemeluknya, tentang penyelesaian konflik secara adil tanpa kekerasan serta menghormati hak asasi manusia. Penyelesaian konflik tersebut, kata dia, merujuk pada sistem hukum dan keadilan formal yang mencakup keadilan sosial, moral dan etika.
Sehingga, menurut dia, keadilan menjadi pilar utama dalam pembangunan secara berkelanjutan, yang secara bersama menjadi pondasi dari masyarakat majemuk. Untuk itu, lanjut dia, agama harus dapat memainkan peran penting dalam menjunjung hak asasi manusia dalam melawan diskriminasi, serta dapat memastikan setiap individu harus memiliki akses yang sama terhadap keadilan yang saat ini dipandang sebagai akar dari krisis kemanusiaan.
“Pengajaran keadilan merupakan nilai yang terus diterapkan dan ditekankan dalam banyak ajaran agama. Konsep inilah yang seharus dijunjung tinggi oleh setiap pemeluk agama dalam menjawab dan melawan segala bentuk diskriminasi,” tegasnya
Selain itu, Wamenag juga menekankan bahwa agama harus melindungi hak asasi manusia (HAM), karena menurutnya HAM merupakan hak universal yang harus dihormati semua agama. Sebab, setiap ajaran agama memuat nilai-nilai dan prinsip moral yang konsisten dengan HAM.
Ia mengungkapkan, bahwa di dalam Islam, perihal melindungi hak asasi manusia, merupakan sebuah pesan yang tercantum di dalam Al-Qur’an surat Al-Hujrat ayat 13, pesan dari ayat ini menurutnya, menggambarkan hak asasi yang sudah menjadi paten dan selalu diimplementasikan dalam kehidupan.
“Ayat inilah, yang kemudian mengajarkan tentang hak asasi manusia, bahwa memandang setiap individu tidak dilihat dari suku, latar belakangnya, tidak dilihat dari bagaimana orangnya, tapi keimanan dan ketakwaannya yang dilihat oleh Allah SWT. Dan inilah makna hak asasi manusia yang harus kita internalisasikan dalam kehidupan.” Terangnya
Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) DKI Jakarta periode 2012-2016 dan 2020-2022, ini juga menyampaikan bahwa menghargai hak asasi manusia, juga tercermin dalam konsep Maqashid Asy-syariah, dimana hal ini mencakup kebebasan beragama sebagai bagian dari kebebasan individu. Sehingga, lanjut dia, apabila ada pihak-pihak tertentu yang menyangkal konsep pluralitas dalam agama, tentu ia keluar dari nilai-nilai Maqashid Asy-syariah.
“Di sisi lain, terdapat situasi di mana interpretasi agama atau praktik agama dapat dikedepankan dengan prinsip-prinsip HAM, Islam telah mengenalkan dengan konsep Maqashid Asy-syariah untuk diintegrasikan dengan konsep HAM yang harus diajarkan dan implententasikan dalam kehidupan berdemokrasi.” tandasnya
Dalam pelaksanaan AICIS 2024 ini, ia berharap dari diskusi-diskusi akademis, nantinya melahirkan konsep, dan memberikan wawasan berharga, terlebih merefedinisikan peran agama dalam menghadapi krisis kemanusia yang terjadi saat ini. Dengan konsep terserbut, kata dia, membuat umat beragama bergerak maju menuju dunia yang lebih damai dan menghormati HAM untuk semua
“Marilah kita terus menjaga dan mendorong semangat dialog terbuka dan menghargai antar sesama pemeluk agama,” pungkasnya
Untuk diketahui, dalam gelaran AICIS 2024 ini, selain dihadiri oleh para akademisi dan tokoh agama tanah air dan manca negara, turut hadir semua pimpinan perguruan tinggi kegamaan Islam negeri (PTKIN) termasuk rektor IAIN Ternate Prof Dr Radjiman Ismail, M.Pd, serta wakil rektor bidang akademik Dr Adnan Mahmud, MA, wakil rektor bidang administrasi dan keuangan Dr Marini Abd Djalal, M.HI, dan kepala biro adminitrasi umum, akademik dan kemahasiswaan (AUAK), Syami Muhamad, SE, M.Si. (*)
Forum yang mempertemukan para akademisi dan pemuka agama tanah air dan manca negara ini, berlangsung pada 1-4 Februari 2024, dengan mengusung tema Redefinising The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Right Issues.
Wamenag dalam sambutannya, memaparkan terkait peran agama dalam kehidupan manusia, ia menjelaskan agama pada prinsipnya berperan secara signifikan, membangun etika dan membimbing perilaku manusia. Namun, dalam kehidupan kerap kali terjadi distorsi nilai-nilai agama, yang menghadirkan tindakan-tindakan negatif dengan mengatasnamakan agama.
“Dalam konteks krisis kemanusiaan yang semakin kompleks, dan sering munculnya gejala ekstremisme dalam konflik berlandaskan agama, adalah penting untuk kita renungkan kembali terkait peran penting agama dalam menciptakan perdamaian dan keadilan,” paparnya
Ia mengatakan agama memiliki kekuatan positif dalam menyelesaikan konflik, karena setiap pemeluk agama juga diajarkan soal prinsip membangun toleransi dan cinta kedamaian. Sehingga, dari landasan inilan, menurutnya setiap pemeluk agama harus membangun keharmonisan dalam kehidupan tanpa ikut terjerumus dalam setiap konflik sosial dan politik.
Untuk itu, pada gelaran AICIS ke-23 tahun 2024, dia berharap ada peran para akademisi dan pemuka agama tanah air dan manca negara, harus memberikan kontribusi melalui jalur akademis, sebagai jalan tengah dalam menanggulangi krisis kemanusiaan yang melanda dunia saat ini.
“Kehadiran para akademisi, dan tokoh agama di AICIS ke 23 ini, menjadi tanda kesungguhan dan kegigihan untuk berperan menyelesaikan persoalan secara terhormat tanpa turut mengangkat senjata Oleh karena itu, mari kita sama-sama merenungkan bahwa bagaimana kita meredefenisi peran agama dalam menghadapai krisis kemanusiaan,” cetusnya
“Penting menciptakan perdamaian dan dialog, sebab Indonesia adalah rumah bagi berbagai agama dan keyakinan. Agama seringkali dianggap sebagai sumber konflik meskipun agama pada hakikatnya adalah sumber Solusi, tiada perdamaian tanpa dialog, sebuah ungkapan yang mendalam ini telah dikenal masyarakat Indonesia, namun secara praksis masih belum terlaksana sesuai harapan bersama, padahal ajaran-ajaran agama memiliki nilai-nilai perdamaian, dan rekonsiliasi yang harus dimplementasikan sejak dini.” tambahnya
Ia juga menyebut, setiap agama tentu mengajarkan kepada para pemeluknya, tentang penyelesaian konflik secara adil tanpa kekerasan serta menghormati hak asasi manusia. Penyelesaian konflik tersebut, kata dia, merujuk pada sistem hukum dan keadilan formal yang mencakup keadilan sosial, moral dan etika.
Sehingga, menurut dia, keadilan menjadi pilar utama dalam pembangunan secara berkelanjutan, yang secara bersama menjadi pondasi dari masyarakat majemuk. Untuk itu, lanjut dia, agama harus dapat memainkan peran penting dalam menjunjung hak asasi manusia dalam melawan diskriminasi, serta dapat memastikan setiap individu harus memiliki akses yang sama terhadap keadilan yang saat ini dipandang sebagai akar dari krisis kemanusiaan.
“Pengajaran keadilan merupakan nilai yang terus diterapkan dan ditekankan dalam banyak ajaran agama. Konsep inilah yang seharus dijunjung tinggi oleh setiap pemeluk agama dalam menjawab dan melawan segala bentuk diskriminasi,” tegasnya
Selain itu, Wamenag juga menekankan bahwa agama harus melindungi hak asasi manusia (HAM), karena menurutnya HAM merupakan hak universal yang harus dihormati semua agama. Sebab, setiap ajaran agama memuat nilai-nilai dan prinsip moral yang konsisten dengan HAM.
Ia mengungkapkan, bahwa di dalam Islam, perihal melindungi hak asasi manusia, merupakan sebuah pesan yang tercantum di dalam Al-Qur’an surat Al-Hujrat ayat 13, pesan dari ayat ini menurutnya, menggambarkan hak asasi yang sudah menjadi paten dan selalu diimplementasikan dalam kehidupan.
“Ayat inilah, yang kemudian mengajarkan tentang hak asasi manusia, bahwa memandang setiap individu tidak dilihat dari suku, latar belakangnya, tidak dilihat dari bagaimana orangnya, tapi keimanan dan ketakwaannya yang dilihat oleh Allah SWT. Dan inilah makna hak asasi manusia yang harus kita internalisasikan dalam kehidupan.” Terangnya
Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) DKI Jakarta periode 2012-2016 dan 2020-2022, ini juga menyampaikan bahwa menghargai hak asasi manusia, juga tercermin dalam konsep Maqashid Asy-syariah, dimana hal ini mencakup kebebasan beragama sebagai bagian dari kebebasan individu. Sehingga, lanjut dia, apabila ada pihak-pihak tertentu yang menyangkal konsep pluralitas dalam agama, tentu ia keluar dari nilai-nilai Maqashid Asy-syariah.
“Di sisi lain, terdapat situasi di mana interpretasi agama atau praktik agama dapat dikedepankan dengan prinsip-prinsip HAM, Islam telah mengenalkan dengan konsep Maqashid Asy-syariah untuk diintegrasikan dengan konsep HAM yang harus diajarkan dan implententasikan dalam kehidupan berdemokrasi.” tandasnya
Dalam pelaksanaan AICIS 2024 ini, ia berharap dari diskusi-diskusi akademis, nantinya melahirkan konsep, dan memberikan wawasan berharga, terlebih merefedinisikan peran agama dalam menghadapi krisis kemanusia yang terjadi saat ini. Dengan konsep terserbut, kata dia, membuat umat beragama bergerak maju menuju dunia yang lebih damai dan menghormati HAM untuk semua
“Marilah kita terus menjaga dan mendorong semangat dialog terbuka dan menghargai antar sesama pemeluk agama,” pungkasnya
Untuk diketahui, dalam gelaran AICIS 2024 ini, selain dihadiri oleh para akademisi dan tokoh agama tanah air dan manca negara, turut hadir semua pimpinan perguruan tinggi kegamaan Islam negeri (PTKIN) termasuk rektor IAIN Ternate Prof Dr Radjiman Ismail, M.Pd, serta wakil rektor bidang akademik Dr Adnan Mahmud, MA, wakil rektor bidang administrasi dan keuangan Dr Marini Abd Djalal, M.HI, dan kepala biro adminitrasi umum, akademik dan kemahasiswaan (AUAK), Syami Muhamad, SE, M.Si. (*)