Lebih Dekat dengan Gita, Mahasiswi Non-Muslim di IAIN Ternate, Pilih Kuliah di Ternate Karena Mengikuti Saran Sang Ibu
"Sebagai mahasiswi Non-Muslim di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, begitu banyak pengalaman menarik yang didapatkan Gita sepanjang menjalani aktivitas perkuliahan, mulai dari menghafal ayat-ayat al-quran dan kosa kata bahasa Arab, maupun bergaul bersama mahasiswa yang berbeda keyakinan, serta mengenakan busana tertutup dan sopan."
Ada pemandangan berbeda tersaji di dalam Auditorium Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Maluku Utara, pada Kamis (22/2/2024) lalu. Seorang mahasiswi tanpa mengenakan jilbab, duduk di tengah-tengah ratusan mahasiswi dengan balutan busana Muslimah.
Rambutnya dikuncir kuda dengan poni tipis terurai, ia duduk patuh di dalam auditorium, sesekali ia menyapu pandangan ke arah kiri dan kanan menyaksikan teman-temannya, lalu kembali memasang wajah serius sambil menatap gawai-nya.
Sosok tersebut adalah Gita (22), mahasiswi non-muslim semester enam pada program studi manajemen keuangan syariah (MKS), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Ternate.
Pagi itu, ia bersama teman-teman menanti kedatangan narasumber untuk menyampaikan materi, pada hari kedua pembekalan Praktik Kerja Lapangan (PKL) FEBI IAIN Ternate tahun akademik 2024/2025.
Sebagai mahasiswi non-muslim, ia terlihat tidak mengalami hambatan dalam pergaulan, lantaran busana yang dikenakan pun menyesuaikan dengan mahasiswi IAIN Ternate pada umumnya, hanya saja ia memilih tidak memakai jilbab, meski begitu pakaiannya sangat sopan.
Jika pertama kali melihatnya kita pasti tersentak, karena mahasiswi di IAIN Ternate semuanya datang di kampus pasti dengan balutan hijab syari. Namun, bagi civitas akademika IAIN Ternate sudah cukup familiar dengan dirinya.
Karena selain dirinya, di IAIN Ternate terdapat empat mahasiswi non-muslim, hanya saja dua mahasiswi lainnya lebih dulu menyelesaikan studi, sehingga kini menyisakan dirinya, dan salah satu mahasiswi semester delapan bernama Jessica Elizabeth Girato pada prodi perbankan syariah (PBS).
Seusai mengikuti pembekalan PKL, Gita bercerita bahwa setelah lulus sekolah pada SMAN 2 Totikum Banggai, Sulawesi Tengah, pada 2021 lalu, Ia sangat tertarik melanjutkan studi di kota Manado dan Tomohon Sulawesi Utara.
Di Manado, ia memilih mendaftar di Universitas Sam Ratulangi Manado. Namun saat itu, ibunya begitu risau lantaran tidak ada keluarga di kota Manado. Kemudian, ia kembali membujuk ibunya untuk berkuliah di Universitas Kristen Tomohon. Tapi, lagi-lagi ibunya tidak mengizinkan dengan alasan yang sama.
Syahdan, pikiran sang ibu melayang jauh ke kota Ternate, Maluku Utara. Jika di kota Manado dan Tomohon, ibunya merasa cemas jika Gita melanjutkan studi dan hidup sebatang kara, tapi di kota yang cukup dikenal dengan kota rempah ini, sang ibunya merasa yakin jika dirinya pasti meraih sukses sebagai seorang mahasiswa.
Lantaran di kota Ternate, salah satu kakaknya bernama Hana Bangka (40) terlebih dulu menetap di Ternate tepatnya di lingkungan Ake Sako kelurahan Dufa-Dufa, Ternate Utara. Bahkan, kakaknya tersebut kini sudah resmi memeluk agama Islam, sehingga ibunya merasa bahwa di kota yang penduduk mayoritas beragama Islam ini, Gita pasti tidak begitu menemui kendala dalam pergaulan, karena sang kakaknya juga beragama Islam.
Mendapat penjelasan sang ibu, Gita memantapkan hati untuk meninggalkan tanah kelahiran dan memilih berlayar menuju ke kota Ternate. Di Ternate, ia pun belum mendapat gambaran tentang IAIN Ternate, sehingga ia yakin bahwa nantinya ia bakal melanjutkan studi di universitas Khairun Ternate.
Tapi, dengan beragam pandangan yang disampaikan perihal jarak tempuh dari Kelurahan Dufa-Dufa Ternate Utara ke kelurahan Gambesi Ternate Selatan, membuat sang kakaknya meminta ia untuk melanjutkan studi di IAIN Ternate, karena walaupun sebagai kampus Islam, tapi informasi soal anak-anak non-muslim juga bisa berkuliah di IAIN Ternate membuat ia memantapkan hati memilih IAIN Ternate.
“Kakak saya yang mendapat informasi tersebut, sehingga ia menyarankan saya untuk kuliah di IAIN Ternate,” kata Gita di ruang auditorium IAIN Ternate, kamis (22/2/2024).
Walaupun memilih berkuliah di IAIN Ternate, namun ia terlambat mendaftar pada jalur pendaftaran gelombang pertama yakni jalur Seleksi Prestasi Akademik Nasional-Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SPAN-PTKIN). Sehingga, harus mengikuti jalur UM-PTKIN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri).
Ia menuturkan, mendaftar pada jalur UM-PTKIN, ia memilih dua program studi pada fakultas yang berbeda, yakni prodi hukum Tata Negara (HT) dan Manajemen Keuangan Syariah (MKS). Namun, berdasarkan hasil ujian, ia dinyatakan lulus pada prodi MKS FEBI.
“Saat mendaftar pada tahun 2021 lalu, saya memang memilih dua prodi pada fakultas yang berbeda, tapi setelah diumumkan, saya lulus sebagai calon mahasiswa baru pada prodi MKS,” ujar Gita seraya mengulas senyum.
Ia mengungkapkan, sebagai mahasiswi non-muslim, tapi menjalani aktivitas perkuliahan tidak mendapat kendala, pasalnya teman-teman sekelas dalam pergaulan di kampus sangat ramah, sopan, dan menjunjung nilai-nilai toleransi.
Walaupun begitu, keluarganya di desa Sampaka, Kecamatan Totikum, Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, sempat tak menyangka, bahwa dia bisa diterima kuliah di IAIN Ternate.
Karena mereka meyakini, IAIN Ternate merupakan kampus Islam, sehingga pasti tidak menerima anak-anak non-muslim. Namun, setelah dijelaskan secara detail mengapa ia dapat diterima di IAIN Ternate, barulah mereka memahami bahwa ternyata di IAIN Ternate, walaupun sebagai kampus Islam, tapi sangat terbuka bagi anaka-anak non-muslim.
Menurutnya, teman-teman di prodi MKS, maupun teman pada fakultas lain, memperlakukannya layaknya teman sesama akidah, mereka tidak memandang bahwa ia merupakan mahasiswi beragama Kristen, tapi lebih melihat bahwa ia sebagai bagian dari keluarga besar IAIN Ternate.
Keakraban yang terbangun antara mahasiswa pun sama seperti dosen dan pegawai administrasi, maupun para security kampus. Kondisi inilah, membuat ia mengabari kepada kedua orangtuanya di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, bahwa menjalani aktivitas sebagai minoritas di kampus Islam, ternyata tak jauh berbeda dengan hidup di tengah-tengah keluarga non-muslim.
Sebab, semua orang di kampus IAIN Ternate, tidak memandangnya dari latar belakang agama, melainkan menilai bahwa sebagai anak bangsa, siapa saja berhak kuliah di IAIN Ternate, karena kampus ini adalah milik pemerintah dan semua memiliki hak yang sama untuk menimbah ilmu.
“Dalam pergaulan sih terkesan biasa-biasa saja, begitupun juga dalam aktivitas perkuliahan maupun pengurusan administrasi akademik, tidak ada perlakuan khusus bagi teman-teman mahasiswa muslim, maupun sebaliknya, inilah yang membuat saya merasa nyaman di IAIN Ternate,” ujarnya gadis kelahiran Sampaka Banggai Kepulauan, 25 Mei 2002.
Ia merasa semringa, saat berada di semester II pada 2022 lalu, namanya diumumkan oleh bagian akademik bahwa ia lulus mendapat beasiswa kartu Indonesia pintar (KIP). Walaupun begitu, ia merasa bahwa bukan karena ia seorang non muslim, lantas diberi beasiswa, lantaran beasiswa KIP-Kuliah, memang diperuntukkan kepada para mahasiswa berprestasi, terlebih ia juga merupakan mahasiswi yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) sangat memuaskan, sehingga berhak mendapat beasisw KIP.
“Saya mulai menerima beasiswa KIP pada semester II sampai sekarang, dan IPK saya di semester VI ini adalah 3,91,” ucapnya.
Mendapat beasiswa, membuat bungsu dari 7 bersaudara dari pasangan Budin Bangka (54) dan Anastasia Samuna (56), ini cukup puas. Pasalnya, kedua orangtuanya merupakan seorang petani, sehingga menurutnya dengan beasiswa, ia merasa terbantu untuk membiayai segala keperluan pendidikan, maupun kehidupannya selama menjalani kuliah di IAIN Ternate.
“Saya anak bungsu dari tujuh bersaudara, di dalam keluarga hanya saya sendiri yang melanjutkan studi di Perguruan Tinggi, kakak saya semuanya telah menikah, dan saya bertekad harus lulus demi menuntaskan impian orangtua,” tuturnya seraya mengaku sangat akrab dengan mantan koordinator prodi MKS, Cici Aryansi Quilim.
Menurutnya, menjadi mahasiswi di IAIN Ternate, ia mendapat beragam pengalaman menarik yang bakal dikenang sepanjang hidup, pengalaman yang berkesan tersebut, seperti mengenakan busana yang lebih sopan, serta ikut menghafal ayat-ayat al-qur’an pada juz 30, maupun kala mendapat tugas mata kuliah menghafal kosa kata bahasa Arab.
Walaupun begitu, kata dia, menghafal ayat dan kosa kata bahasa hanya berlaku pada semeseter awal, tapi semester selanjutnya lebih pada penguatan basic keilmuannya di manajemen keuangan.
“Pada semester pertama dan kedua, saya sempat hafal ayat al-qur’an, tapi rata-rata ayat pendek, begitupun juga kosa kata bahasa, tapi mungkin karena saya seorang non-muslim, sehingga saat berada di semester III dan VI, ayat-ayat al-quran dan kosa kata bahasa Arab dengan mudah “hilang” tanpa bekas,” akunya.
Dengan mengantongi beasiswa KIP, ia mengaku bangga, untuk itu dia bertekad bahwa ia harus bisa menuntaskan pendidikan di IAIN Ternate, agar nantinya dapat mengajak kedua orangtuanya untuk datang menghadiri acara wisuda di kampus IAIN Ternate.
“Sebagai anak-anak satunya dalam keluarga yang melanjutkan studi di perguruan tinggi, tentu sangat bangga jika nantinya wisuda saya merayakan bersama kedua orangtua maupun saudara-saudaranya saya yang lain,” tuturnya
Ia mengaku, jika lulus kuliah nanti, ia tetap tinggal bersama sang kakaknya di Ternate, sambil mencari pekerjaan tetap, untuk menjawab keinginan orangtuanya. Namun, saat ditanya, apakah berpikir untuk melanjutkan studi pada program pascasarjana IAIN Ternate, ia hanya melempar senyum seraya berkata, sebagai anak petani ia belum berpikir untuk melanjut studi ke pascasarja.
Walaupun begitu, ia bilang tak menutup kemungkinan, jika telah memiliki pekerjaan tetap pasti melanjutkan studi ke pascasarjana.
“Untuk sekarang, saya belum berpikir bahwa setelah lulus S-1 lalu lanjut ke S-2, saya malah berpikir jika lulus kuliah, saya bisa dapatkan pekerjaan, agar bisa menghadirkan senyum kebahagiaan di wajah orangtua,” ucapnya
Sosok pemurah senyum ini, merasa puas lantaran pada hari pertama mengikuti kegiatan pembekalan PKL, ia berharap nantinya mendapat tempat praktik di Sofifi, Kota Tidore Kepulauan.
Dan, rupanya impian tersebut terbukti, lantaran pada jumat (23/2/2024) sore, menjelang penutupan kegiatan pembekalan PKL FEBI di auditorium IAIN Ternate, saat panitia mengumumkan pembagian lokasi mahasiswa PKL. Ia bersama sejumlah temannya ditempatkan oleh panitia pada Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Maluku Utara di Sofifi. (*)
Penulis: Hilman Idrus
Ada pemandangan berbeda tersaji di dalam Auditorium Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Maluku Utara, pada Kamis (22/2/2024) lalu. Seorang mahasiswi tanpa mengenakan jilbab, duduk di tengah-tengah ratusan mahasiswi dengan balutan busana Muslimah.
Rambutnya dikuncir kuda dengan poni tipis terurai, ia duduk patuh di dalam auditorium, sesekali ia menyapu pandangan ke arah kiri dan kanan menyaksikan teman-temannya, lalu kembali memasang wajah serius sambil menatap gawai-nya.
Sosok tersebut adalah Gita (22), mahasiswi non-muslim semester enam pada program studi manajemen keuangan syariah (MKS), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Ternate.
Pagi itu, ia bersama teman-teman menanti kedatangan narasumber untuk menyampaikan materi, pada hari kedua pembekalan Praktik Kerja Lapangan (PKL) FEBI IAIN Ternate tahun akademik 2024/2025.
Sebagai mahasiswi non-muslim, ia terlihat tidak mengalami hambatan dalam pergaulan, lantaran busana yang dikenakan pun menyesuaikan dengan mahasiswi IAIN Ternate pada umumnya, hanya saja ia memilih tidak memakai jilbab, meski begitu pakaiannya sangat sopan.
Jika pertama kali melihatnya kita pasti tersentak, karena mahasiswi di IAIN Ternate semuanya datang di kampus pasti dengan balutan hijab syari. Namun, bagi civitas akademika IAIN Ternate sudah cukup familiar dengan dirinya.
Karena selain dirinya, di IAIN Ternate terdapat empat mahasiswi non-muslim, hanya saja dua mahasiswi lainnya lebih dulu menyelesaikan studi, sehingga kini menyisakan dirinya, dan salah satu mahasiswi semester delapan bernama Jessica Elizabeth Girato pada prodi perbankan syariah (PBS).
Seusai mengikuti pembekalan PKL, Gita bercerita bahwa setelah lulus sekolah pada SMAN 2 Totikum Banggai, Sulawesi Tengah, pada 2021 lalu, Ia sangat tertarik melanjutkan studi di kota Manado dan Tomohon Sulawesi Utara.
Di Manado, ia memilih mendaftar di Universitas Sam Ratulangi Manado. Namun saat itu, ibunya begitu risau lantaran tidak ada keluarga di kota Manado. Kemudian, ia kembali membujuk ibunya untuk berkuliah di Universitas Kristen Tomohon. Tapi, lagi-lagi ibunya tidak mengizinkan dengan alasan yang sama.
Syahdan, pikiran sang ibu melayang jauh ke kota Ternate, Maluku Utara. Jika di kota Manado dan Tomohon, ibunya merasa cemas jika Gita melanjutkan studi dan hidup sebatang kara, tapi di kota yang cukup dikenal dengan kota rempah ini, sang ibunya merasa yakin jika dirinya pasti meraih sukses sebagai seorang mahasiswa.
Lantaran di kota Ternate, salah satu kakaknya bernama Hana Bangka (40) terlebih dulu menetap di Ternate tepatnya di lingkungan Ake Sako kelurahan Dufa-Dufa, Ternate Utara. Bahkan, kakaknya tersebut kini sudah resmi memeluk agama Islam, sehingga ibunya merasa bahwa di kota yang penduduk mayoritas beragama Islam ini, Gita pasti tidak begitu menemui kendala dalam pergaulan, karena sang kakaknya juga beragama Islam.
Mendapat penjelasan sang ibu, Gita memantapkan hati untuk meninggalkan tanah kelahiran dan memilih berlayar menuju ke kota Ternate. Di Ternate, ia pun belum mendapat gambaran tentang IAIN Ternate, sehingga ia yakin bahwa nantinya ia bakal melanjutkan studi di universitas Khairun Ternate.
Tapi, dengan beragam pandangan yang disampaikan perihal jarak tempuh dari Kelurahan Dufa-Dufa Ternate Utara ke kelurahan Gambesi Ternate Selatan, membuat sang kakaknya meminta ia untuk melanjutkan studi di IAIN Ternate, karena walaupun sebagai kampus Islam, tapi informasi soal anak-anak non-muslim juga bisa berkuliah di IAIN Ternate membuat ia memantapkan hati memilih IAIN Ternate.
“Kakak saya yang mendapat informasi tersebut, sehingga ia menyarankan saya untuk kuliah di IAIN Ternate,” kata Gita di ruang auditorium IAIN Ternate, kamis (22/2/2024).
Walaupun memilih berkuliah di IAIN Ternate, namun ia terlambat mendaftar pada jalur pendaftaran gelombang pertama yakni jalur Seleksi Prestasi Akademik Nasional-Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SPAN-PTKIN). Sehingga, harus mengikuti jalur UM-PTKIN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri).
Ia menuturkan, mendaftar pada jalur UM-PTKIN, ia memilih dua program studi pada fakultas yang berbeda, yakni prodi hukum Tata Negara (HT) dan Manajemen Keuangan Syariah (MKS). Namun, berdasarkan hasil ujian, ia dinyatakan lulus pada prodi MKS FEBI.
“Saat mendaftar pada tahun 2021 lalu, saya memang memilih dua prodi pada fakultas yang berbeda, tapi setelah diumumkan, saya lulus sebagai calon mahasiswa baru pada prodi MKS,” ujar Gita seraya mengulas senyum.
Ia mengungkapkan, sebagai mahasiswi non-muslim, tapi menjalani aktivitas perkuliahan tidak mendapat kendala, pasalnya teman-teman sekelas dalam pergaulan di kampus sangat ramah, sopan, dan menjunjung nilai-nilai toleransi.
Walaupun begitu, keluarganya di desa Sampaka, Kecamatan Totikum, Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, sempat tak menyangka, bahwa dia bisa diterima kuliah di IAIN Ternate.
Karena mereka meyakini, IAIN Ternate merupakan kampus Islam, sehingga pasti tidak menerima anak-anak non-muslim. Namun, setelah dijelaskan secara detail mengapa ia dapat diterima di IAIN Ternate, barulah mereka memahami bahwa ternyata di IAIN Ternate, walaupun sebagai kampus Islam, tapi sangat terbuka bagi anaka-anak non-muslim.
Menurutnya, teman-teman di prodi MKS, maupun teman pada fakultas lain, memperlakukannya layaknya teman sesama akidah, mereka tidak memandang bahwa ia merupakan mahasiswi beragama Kristen, tapi lebih melihat bahwa ia sebagai bagian dari keluarga besar IAIN Ternate.
Keakraban yang terbangun antara mahasiswa pun sama seperti dosen dan pegawai administrasi, maupun para security kampus. Kondisi inilah, membuat ia mengabari kepada kedua orangtuanya di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, bahwa menjalani aktivitas sebagai minoritas di kampus Islam, ternyata tak jauh berbeda dengan hidup di tengah-tengah keluarga non-muslim.
Sebab, semua orang di kampus IAIN Ternate, tidak memandangnya dari latar belakang agama, melainkan menilai bahwa sebagai anak bangsa, siapa saja berhak kuliah di IAIN Ternate, karena kampus ini adalah milik pemerintah dan semua memiliki hak yang sama untuk menimbah ilmu.
“Dalam pergaulan sih terkesan biasa-biasa saja, begitupun juga dalam aktivitas perkuliahan maupun pengurusan administrasi akademik, tidak ada perlakuan khusus bagi teman-teman mahasiswa muslim, maupun sebaliknya, inilah yang membuat saya merasa nyaman di IAIN Ternate,” ujarnya gadis kelahiran Sampaka Banggai Kepulauan, 25 Mei 2002.
Ia merasa semringa, saat berada di semester II pada 2022 lalu, namanya diumumkan oleh bagian akademik bahwa ia lulus mendapat beasiswa kartu Indonesia pintar (KIP). Walaupun begitu, ia merasa bahwa bukan karena ia seorang non muslim, lantas diberi beasiswa, lantaran beasiswa KIP-Kuliah, memang diperuntukkan kepada para mahasiswa berprestasi, terlebih ia juga merupakan mahasiswi yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) sangat memuaskan, sehingga berhak mendapat beasisw KIP.
“Saya mulai menerima beasiswa KIP pada semester II sampai sekarang, dan IPK saya di semester VI ini adalah 3,91,” ucapnya.
Mendapat beasiswa, membuat bungsu dari 7 bersaudara dari pasangan Budin Bangka (54) dan Anastasia Samuna (56), ini cukup puas. Pasalnya, kedua orangtuanya merupakan seorang petani, sehingga menurutnya dengan beasiswa, ia merasa terbantu untuk membiayai segala keperluan pendidikan, maupun kehidupannya selama menjalani kuliah di IAIN Ternate.
“Saya anak bungsu dari tujuh bersaudara, di dalam keluarga hanya saya sendiri yang melanjutkan studi di Perguruan Tinggi, kakak saya semuanya telah menikah, dan saya bertekad harus lulus demi menuntaskan impian orangtua,” tuturnya seraya mengaku sangat akrab dengan mantan koordinator prodi MKS, Cici Aryansi Quilim.
Menurutnya, menjadi mahasiswi di IAIN Ternate, ia mendapat beragam pengalaman menarik yang bakal dikenang sepanjang hidup, pengalaman yang berkesan tersebut, seperti mengenakan busana yang lebih sopan, serta ikut menghafal ayat-ayat al-qur’an pada juz 30, maupun kala mendapat tugas mata kuliah menghafal kosa kata bahasa Arab.
Walaupun begitu, kata dia, menghafal ayat dan kosa kata bahasa hanya berlaku pada semeseter awal, tapi semester selanjutnya lebih pada penguatan basic keilmuannya di manajemen keuangan.
“Pada semester pertama dan kedua, saya sempat hafal ayat al-qur’an, tapi rata-rata ayat pendek, begitupun juga kosa kata bahasa, tapi mungkin karena saya seorang non-muslim, sehingga saat berada di semester III dan VI, ayat-ayat al-quran dan kosa kata bahasa Arab dengan mudah “hilang” tanpa bekas,” akunya.
Dengan mengantongi beasiswa KIP, ia mengaku bangga, untuk itu dia bertekad bahwa ia harus bisa menuntaskan pendidikan di IAIN Ternate, agar nantinya dapat mengajak kedua orangtuanya untuk datang menghadiri acara wisuda di kampus IAIN Ternate.
“Sebagai anak-anak satunya dalam keluarga yang melanjutkan studi di perguruan tinggi, tentu sangat bangga jika nantinya wisuda saya merayakan bersama kedua orangtua maupun saudara-saudaranya saya yang lain,” tuturnya
Ia mengaku, jika lulus kuliah nanti, ia tetap tinggal bersama sang kakaknya di Ternate, sambil mencari pekerjaan tetap, untuk menjawab keinginan orangtuanya. Namun, saat ditanya, apakah berpikir untuk melanjutkan studi pada program pascasarjana IAIN Ternate, ia hanya melempar senyum seraya berkata, sebagai anak petani ia belum berpikir untuk melanjut studi ke pascasarja.
Walaupun begitu, ia bilang tak menutup kemungkinan, jika telah memiliki pekerjaan tetap pasti melanjutkan studi ke pascasarjana.
“Untuk sekarang, saya belum berpikir bahwa setelah lulus S-1 lalu lanjut ke S-2, saya malah berpikir jika lulus kuliah, saya bisa dapatkan pekerjaan, agar bisa menghadirkan senyum kebahagiaan di wajah orangtua,” ucapnya
Sosok pemurah senyum ini, merasa puas lantaran pada hari pertama mengikuti kegiatan pembekalan PKL, ia berharap nantinya mendapat tempat praktik di Sofifi, Kota Tidore Kepulauan.
Dan, rupanya impian tersebut terbukti, lantaran pada jumat (23/2/2024) sore, menjelang penutupan kegiatan pembekalan PKL FEBI di auditorium IAIN Ternate, saat panitia mengumumkan pembagian lokasi mahasiswa PKL. Ia bersama sejumlah temannya ditempatkan oleh panitia pada Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Maluku Utara di Sofifi. (*)
Penulis: Hilman Idrus