Nasib Kurikulum Merdeka Belajar Di Ujung Tanduk Deep Learning
Tak perlu kaget dan panik terutama para guru di tengah menghadapi isu perubahan kurikulum. Setiap menteri hampir dipastikan punya kebiasaan dan kebijakan masing-masing. Sebagaimana pula Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) saat ini, akan tetap menunjukan performance yang berbeda dengan pendahulunya.
Karena itu dikalangan guru tak perlu heran, dan jangan terlalu ambil pusing bila terjadi pergantian menteri, maka pasti diikuti oleh pergantian kurikulum. Indikasi perubahan kebijakan kurikulum tampak sudah mulai terasa. Meskipun sebenarnya kurikulum yang hendak diperkenalkan ini secara teori bukan sesuatu yang baru. Mengingat pendekatan pembelajaran deep learning diterapkan di Australia pada era 80 an. Artinya setelah 35 tahun kemudian baru diadopsi penggunaannya di Indonesia.
Jadi, memang kita tertinggal cukup jauh dibanding negeri kanguru asal produk kurikulum deep learning diperkenalkan. Tentu pertanyaan selanjutnya adalah apakah kurikulum yang dianggap baru diterapkan Indonesi, meski terasa produk lama ini dapat menjawab kesenjangan kualitas pendidikan pendidikan bangsa kita dengan segala kerumitan problem yang dihadapi.
Bagaimana pula nasib kurikulum merdeka belajar, akankah masih bisa bertahan atau justru tamat riwayat, bagaikan telur diujung tanduk. Kita juga tak bisa nafikan bahwa kurikulum merdeka yang sejak awal didesain sebagai kurikulum darurat ketika menghadapi covid 19. Kemudian mendapat legitimasi untuk diteruskan sebagai kurikulum prototype dengan tujuan memulihkan kembali suasana belajar peserta didik yang hilang (loss learning) pasca pandemi.
Namun semuanya tergantung hasil kajian tim ahli dan kewenangan menteri yang baru. Apabila opsinya memang dihilangkan sama sekali berarti amat sangat disayangkan, karena nasib kurikulum merdeka belajar pasti akan layu sebelum berkembang. Pada hal program yang menyedot perhatian publik begitu besar dan diduga cukup prestisius, bahkan menghabiskan anggaran negara mencapai 600-700 an triliyun justru berakhir tragis.
Kurikulum ini juga diklaim karena memiliki dampak positif terhadap peningkatan kemandirin bagi siswa sehingga bebas menentukan pilihan belajarnya sendiri agar mampu mengeksplorasi bakat dan minat yang dimiliki. Termasuk memberi ruang untuk pengembangan kreativitas dan inovasi, mengekspresikan ide-ide atau gagasan secara logis dan kritis.
Inti dari kurikulum merdeka adalah bagaimana siswa merdeka belajar. Kita tahu konsep kurikulum merdeka meski diadopsi dari barat, namun keberadaannya merupakan bentuk antitesa terhadap pendekatan pembelajaran yang terlalu berpusat pada guru, cenderung mengabaikan atau kurang mengapresiasi keragamana karakteristik, budaya belajar, bakat, minat dan potensi peserta didik.
Guru tidak boleh membuat penyeragaman dalam mendisain atau merumuskan tujuan pembelajaran untuk mencapai target keberhasilan belajar. Sebab diantara peserta didik yang satu dengan yang lain tentu memiliki kemampuan inteligensi yang berbeda sehingga mustahil dapat disatukan.
Disini penting harus dipahami guru, bahwa tujuan belajar dalam kurikulum merdeka bukan lagi dimaksudkan untuk memenuhi target agar siswa mampu menghafal dan menguasai materi, melainkan menghasilkan kompetensi dalam rangka pengembangan soft skill dan hard skill siswa. Dengan bahasa sederhana apa yang mereka pelajari, itulah yang dipraktikan sebagai bagian dari pengalaman dan kebebasan siswa bereksperimen menggunakan keterampilan belajar secara mandiri.
Sekarang kita sudah berada di era transisi kurikulum merdeka menuju ke kurikulum deep learning. Pendekatan pembelajaran di dalam kurikulum deep learning lebih difokuskan untuk bagaimana memperoleh pengalaman belajar yang dalam dan bermakna. Suasana yang hendak dirancang melalui proses pembelajaran deep learning ini sesungguhnya diarahkan pada peningkatan pemahaman berpikir kritis, eksploratif dan partisipasi aktif siswa.
Jika kita telusuri lebih jauh, maka konsep deep learning muncul sebagai bagian dari cabang kecerdasan buatan (artificial intelegence), dan machine learning yang memanfaatkan neural network multiple layer dalam upaya menyelesaikan pekerjaan atau tugas-tugas dengan cepat dan efektif. Karena otak manusia sudah ditransformasikan ke dalam cara kerja computer, sehingga kita tinggal menekan tombol-tombol aplikasi tertentu sesuai kebutuhan dan keinginan kita. Itulah sebabnya, maka diramalkan suatu saat nanti mungkin ribuan lapangan kerja akan ditutup dan terjadi pengangguran dahsyat dialami manusia akibat di-take over oleh tenaga robot.
Kurikulum deep learning merupakan system pembelajaran didesain untuk peningkatan atau memberi semacam penguatan pemahaman siswa lebih mendalam dan bermakna sekaligus menyenangkan. Kurikulum ini berupaya mengintegrasikan tiga pilar utama melalui pendekatan mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning.
Inilah yang dikembangkan dengan tujuan menginspirasi dan memotivasi siswa dalam menguasai pengetahuan melalui pengalaman belajar lebih bermakna. Secara konsep mungkin diantara guru tertentu belum terlalu akrab dengan beberapa terminology dalam kurikulum deep learning. Tetapi sebenarnya cara kerja dalam pendekatan teori kurikulum ini sudah sering dipraktikan.
Hanya saja, kurang maksimal dan efektif bagi pengembangan kreativitas dan daya imajinasi siswa pada saat belajar. Misalnya pendekatan mindful learning dimaksudkan untuk memberikan kebebasan dan kesempatan kepada siswa secara aktif terlibat dalam diskusi. Guru tetap berfungsi sebagai fasilitator untuk menjembatasi pengalaman belajar yang diperoleh melalui hasil eksperimen itu terkoneksi dengan kebutuhan dan potensi bakat-minat yang dimiliki atau tidak.
Demikian juga meaningful learning, dimana guru berusaha mendorong siswa agar mampu mengemukan alasan logis dibalik makna pengetahuan yang sudah dipelajari.
Sebagai contoh guru menjelaskan manfaat konsep pembelajaran matematika dalam mengelola keuangan untuk kebutuhan membiayai sekolah. Apakah kebijakan kurikulum deep learning akan mampu berfungsi menjadi obat penawar, kita tunggu kesaktian selama lima tahun ke depan. (*)
Penulis: Ramli Yusuf (Dosen FTIK IAIN Ternate)
Karena itu dikalangan guru tak perlu heran, dan jangan terlalu ambil pusing bila terjadi pergantian menteri, maka pasti diikuti oleh pergantian kurikulum. Indikasi perubahan kebijakan kurikulum tampak sudah mulai terasa. Meskipun sebenarnya kurikulum yang hendak diperkenalkan ini secara teori bukan sesuatu yang baru. Mengingat pendekatan pembelajaran deep learning diterapkan di Australia pada era 80 an. Artinya setelah 35 tahun kemudian baru diadopsi penggunaannya di Indonesia.
Jadi, memang kita tertinggal cukup jauh dibanding negeri kanguru asal produk kurikulum deep learning diperkenalkan. Tentu pertanyaan selanjutnya adalah apakah kurikulum yang dianggap baru diterapkan Indonesi, meski terasa produk lama ini dapat menjawab kesenjangan kualitas pendidikan pendidikan bangsa kita dengan segala kerumitan problem yang dihadapi.
Bagaimana pula nasib kurikulum merdeka belajar, akankah masih bisa bertahan atau justru tamat riwayat, bagaikan telur diujung tanduk. Kita juga tak bisa nafikan bahwa kurikulum merdeka yang sejak awal didesain sebagai kurikulum darurat ketika menghadapi covid 19. Kemudian mendapat legitimasi untuk diteruskan sebagai kurikulum prototype dengan tujuan memulihkan kembali suasana belajar peserta didik yang hilang (loss learning) pasca pandemi.
Namun semuanya tergantung hasil kajian tim ahli dan kewenangan menteri yang baru. Apabila opsinya memang dihilangkan sama sekali berarti amat sangat disayangkan, karena nasib kurikulum merdeka belajar pasti akan layu sebelum berkembang. Pada hal program yang menyedot perhatian publik begitu besar dan diduga cukup prestisius, bahkan menghabiskan anggaran negara mencapai 600-700 an triliyun justru berakhir tragis.
Kurikulum ini juga diklaim karena memiliki dampak positif terhadap peningkatan kemandirin bagi siswa sehingga bebas menentukan pilihan belajarnya sendiri agar mampu mengeksplorasi bakat dan minat yang dimiliki. Termasuk memberi ruang untuk pengembangan kreativitas dan inovasi, mengekspresikan ide-ide atau gagasan secara logis dan kritis.
Inti dari kurikulum merdeka adalah bagaimana siswa merdeka belajar. Kita tahu konsep kurikulum merdeka meski diadopsi dari barat, namun keberadaannya merupakan bentuk antitesa terhadap pendekatan pembelajaran yang terlalu berpusat pada guru, cenderung mengabaikan atau kurang mengapresiasi keragamana karakteristik, budaya belajar, bakat, minat dan potensi peserta didik.
Guru tidak boleh membuat penyeragaman dalam mendisain atau merumuskan tujuan pembelajaran untuk mencapai target keberhasilan belajar. Sebab diantara peserta didik yang satu dengan yang lain tentu memiliki kemampuan inteligensi yang berbeda sehingga mustahil dapat disatukan.
Disini penting harus dipahami guru, bahwa tujuan belajar dalam kurikulum merdeka bukan lagi dimaksudkan untuk memenuhi target agar siswa mampu menghafal dan menguasai materi, melainkan menghasilkan kompetensi dalam rangka pengembangan soft skill dan hard skill siswa. Dengan bahasa sederhana apa yang mereka pelajari, itulah yang dipraktikan sebagai bagian dari pengalaman dan kebebasan siswa bereksperimen menggunakan keterampilan belajar secara mandiri.
Sekarang kita sudah berada di era transisi kurikulum merdeka menuju ke kurikulum deep learning. Pendekatan pembelajaran di dalam kurikulum deep learning lebih difokuskan untuk bagaimana memperoleh pengalaman belajar yang dalam dan bermakna. Suasana yang hendak dirancang melalui proses pembelajaran deep learning ini sesungguhnya diarahkan pada peningkatan pemahaman berpikir kritis, eksploratif dan partisipasi aktif siswa.
Jika kita telusuri lebih jauh, maka konsep deep learning muncul sebagai bagian dari cabang kecerdasan buatan (artificial intelegence), dan machine learning yang memanfaatkan neural network multiple layer dalam upaya menyelesaikan pekerjaan atau tugas-tugas dengan cepat dan efektif. Karena otak manusia sudah ditransformasikan ke dalam cara kerja computer, sehingga kita tinggal menekan tombol-tombol aplikasi tertentu sesuai kebutuhan dan keinginan kita. Itulah sebabnya, maka diramalkan suatu saat nanti mungkin ribuan lapangan kerja akan ditutup dan terjadi pengangguran dahsyat dialami manusia akibat di-take over oleh tenaga robot.
Kurikulum deep learning merupakan system pembelajaran didesain untuk peningkatan atau memberi semacam penguatan pemahaman siswa lebih mendalam dan bermakna sekaligus menyenangkan. Kurikulum ini berupaya mengintegrasikan tiga pilar utama melalui pendekatan mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning.
Inilah yang dikembangkan dengan tujuan menginspirasi dan memotivasi siswa dalam menguasai pengetahuan melalui pengalaman belajar lebih bermakna. Secara konsep mungkin diantara guru tertentu belum terlalu akrab dengan beberapa terminology dalam kurikulum deep learning. Tetapi sebenarnya cara kerja dalam pendekatan teori kurikulum ini sudah sering dipraktikan.
Hanya saja, kurang maksimal dan efektif bagi pengembangan kreativitas dan daya imajinasi siswa pada saat belajar. Misalnya pendekatan mindful learning dimaksudkan untuk memberikan kebebasan dan kesempatan kepada siswa secara aktif terlibat dalam diskusi. Guru tetap berfungsi sebagai fasilitator untuk menjembatasi pengalaman belajar yang diperoleh melalui hasil eksperimen itu terkoneksi dengan kebutuhan dan potensi bakat-minat yang dimiliki atau tidak.
Demikian juga meaningful learning, dimana guru berusaha mendorong siswa agar mampu mengemukan alasan logis dibalik makna pengetahuan yang sudah dipelajari.
Sebagai contoh guru menjelaskan manfaat konsep pembelajaran matematika dalam mengelola keuangan untuk kebutuhan membiayai sekolah. Apakah kebijakan kurikulum deep learning akan mampu berfungsi menjadi obat penawar, kita tunggu kesaktian selama lima tahun ke depan. (*)
Penulis: Ramli Yusuf (Dosen FTIK IAIN Ternate)